Benarkah Syekh Siti Jenar Adalah Seorang Wanita?

Benarkah Syekh Siti Jenar Adalah Seorang Wanita? Hal ini pernah ditanyakan oleh banyak orang. Tentu anda pernah berpikiran juga seperti itu. Berikut tanya jawab kami dengan budayawan jawa yakni R.Tjakra Djajaningrat. Menurut beliau orang mengaitkan Syekh Siti Jenar seorang wanita, lantaran memakai nama Siti. Memang dari arti nama Syekh Siti Jenar yakni "Syekh" adalah sebuah gelar keagamaan, "Siti" berarti tanah, dan "Jenar" berarti merah. Syekh Siti Jenar dikenal dengan nama lain Sitibrit, Syekh Lemahbang, atau Syekh Lemah Abang. Syeh Siti Jenar mengenai asal usulnya jika ditengok di masa sekarang berasal dari wilayah karang jati, desa lemah abang, kec.klepu kab.semarang.
Syekh Siti Jenar adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai sufi dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Asal-usul serta sebab kematian Syekh Siti Jenar tidak diketahui dengan pasti karena ada banyak versi yang simpang-siur mengenai dirinya dan akhir hayatnya. Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya.
Adapula suatu kisah yang dituturkan oleh R.Tjakra Djajaningrat yang mengisahkan Syekh Siti Jenar korban politik masa mendirikan kerajaan Demak, dianggap pengkhianat lantaran melawan penguasa Kerajaan Demak yang didukung oleh dewan Wali Songo, karena kesuksesannya mengIslamkan orang-orang/ tokoh dari Kerajaan Majapahit, tentu dianggap penghambat berdirinya kerajaan Demak Bintoro. Bila nantinya semua orang Majapahit banyak yang masuk Islam semua tentu ini menjadi masalah besar, karena tahta kepemimpinan tidak beralih pada Raden Fatah. Dengan itulah Syekh Siti Jenar harus disingkirkan agar tujuan utama mendirikan kerajaan islam demak bisa segera terwujud. Dan apa yang diajarkan dijadikan alasan utama bahwa Syekh Siti Jenar mengajarkan kesesatan. Setiap Wali di era itu memiliki cara sendiri-sendiri untuk mensyiarkan islam, yakni mengawinkan budaya dan agama.

Bagaimana kesuksesan syiar islam Syeh Siti Jenar?
Berikut yang dikisahkan R.Tjakra Djajaningrat mengenai perjalanan Syekh Siti Jenar yang merupakan leluhurnya dari garis keturunan bapak beliau. Syekh Siti Jenar  mengajarkan pemahaman Manunggaling Kawula Gusti pada syiarnya agar orang jawa yang berkeyakinan paham animisme dan dinamisme juga beragama hindu mau masuk agama islam. Sebab pola pikir orang jawa tempo dulu memuja pohon atau batu meminta kesaktian, berkah dsb. Sebagai seorang waliyullah tentu prihatin dengan melihat kemusyikan waktu itu, dan bagaimana syiar yang tepat agar orang mau masuk islam. Karena kehidupan orang jawa tak lepas dari ngelmu kebatinan tentu hal kebatinannya yaang harus dibenahi. Bukan lagi menyebut dewa dewi tapi menyebut Allah SWT. Dengan hal itu banyak orang yang masuk islam karena untuk berhubungan dengan Tuhan tidak perlu memakai sesaji, dan lelaku yang neko-neko cukup membaca 2 kalimah syahadat dan bersembahyang menyebut nama Allah yang disebutnya sholat daim. Dengan sholat daim orang akan berdzikir keluar masuknya nafas mengingat Allah selalu. Untuk pemahaman syairat di ajarkan pelan-pelan. Hal inilah dianggap salah oleh dewan Wali Songo karena pemahaman seperti ini bisa menyesatkan untuk orang yang baru masuk islam. Sehingga Syekh Siti Jenar harus dihukum atas perbuatannya ini karena mengajarkan hal diluar syariat. Tentu ini hanya sebagai alasan semata karena ditebengi politik dimasa itu untuk merebut kekuasaan kerajaan Majapahit agar Demak bisa berdiri sendiri sebagai kerajaan islam tanpa bayang-bayang pemerintahan dari Majapahit. Tentunya untuk hal itu dibutuhkan pengorbanan termasuk Syeh Siti Jenar harus disingkirkan. Sebenarnya dewan Wali Songo tidak menyalahkan hal itu, sebab syiar Syeh Siti Jenar bukan mengajarkan hal sesat tetapi justru meluruskan pola pikir yang salah kaprah dari orang-orang jawa penganut ilmu kebatinan yang memuja dedemit penghuni batu/ pohon, dsb.
Dewan Wali Songo terpaksa melakukan hukuman mati pada Syeh Siti Jenar agar tidak ada penghalang berdirinya kerajaan Demak.

Sabda Syekh Siti Jenar terbukti hingga kini
Dalam kisah perebutan tahta Ki Ageng Pengging juga keturunan dari selir jadi juga berhak atas tahta Majapahit, namun dicegah oleh gurunya yakni Syekh Siti Jenar. Sebab gurunya memberikan pitutur belum saatnya kalau Majapahit dipimpin oleh Ki Ageng Pengging, bahwa kelak keturunannya yang akan memegang tali pemerintahan dari Majapahit dan itu akan kekal hingga akhir jaman. Dewan Wali Songo mengutus Sunan Kalijogo untuk menjemput Syeh Siti Jenar, dalam perjalanan ke Demak, Syekh Siti Jenar berpesan pada adik seperguruannya tersebut agar meneruskan cita-citanya mensyiarkan islam dan menjaga serta mendidik keturunan dari Ki Ageng Pengging kelak, setelah sepeninggalannya. Amanah tersebut disanggupi oleh Sunan Kalijaga dan akan dijalaninya. Singkat ceritanya, Sunan Kalijaga mendidik Jaka Tingkir dan keturunan dari Ki Ageng Pengginglah yang menjadi raja atau sultan hingga kini, yaitu Yogya dan Solo. Inilah bukti kebenaran dan ijabahnya doa Waliyullah yang dizalimi sebagai korban politik perebutan tahta Majapahit.

Benarkah Syekh Siti Jenar Adalah Seorang Wanita?
Hal ini harus dipahami sebab jangan sampai salah kaprah. Jawabnya Tidak jika diera sebelum berdirinya Kerajaan Demak, orang mengaitkan Syeh Siti Jenar seorang wanita, asumsinya lantaran memakai nama Siti, sebab orang berpikiran yang memakai nama Siti hanya wanita saja. Hal itu sudah terjawab diatas. Jawabnya Iya sebab keturunannya juga melanjutkan jejak orang tuanya, yakni salah anak perempuannya bernama Nyi Siti Imanullah binti Syekh Siti Jenar, yang dikenal dengan nama Siti Jenar tidak memakai gelar Syekh. Walau tidak sehebat ayahnya, hanya guru ngaji biasa namun salah satu anak dan muridnya yang ternama dan dikenal orang yaitu Ki Ageng Banyubiru. Tak heran jika Jaka Tingkir agar bisa merebut tahta Demak disuruh belajar oleh Sunan Kalijaga agar ngangsu kaweruh pada Ki Ageng Banyubiru. Demikian kisah singkat ini, semoga bermanfaat dan menambah wawasan terkait Syekh Siti Jenar.

Sumber: Kitab Syekh Siti Jenar